By Admin Artikel

UNDANG-UNDANG KEPAILITAN TERBARU
Pailit adalah istilah yang kurang familiar di telinga mayoritas rakyat Indonesia walaupun sebenarnya istilah ini sudah sangat sering didengar oleh siapa saja yang berkecimpung di dunia usaha dan bisnis. Kepailitan sendiri adalah sebuah proses untuk menyelesaikan berbagai bentuk sengketa bisnis yang menggunakan jalur litigasi yaitu lewat pengadilan niaga.
Saat ini, kepailitan diatur dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 namun banyak pelaku usaha sedang berupaya untuk mendorong pemerintah supaya segera melakukan revisi terhadap Undang-Undang ini. Para pelaku usaha sudah mendorong Undang-Undang Kepailitan terbaru supaya segera dibuat sejak tahun 2020, namun sepertinya baru tahun 2024 ini pemerintah baru akan berniat melakukannya.
Isi Undang-Undang Kepailitan
Undang-Undang Kepailitan ini biasa disingkat oleh para pebisnis dengan singkatan UUK dan menurut UUK 2004 pasal 1 angka 1, kepailitan memiliki pengertian sebagai sita umum terhadap segala harta Debitur Pailit yang segala jenis pengurusannya dilakukan oleh Kurator yang bekerja diawasi oleh Hakim Pengawas yang sudah ditunjuk. Kesimpulannya, UUK 2004 menegaskan kepailitan adalah penyitaan umum atau biasa disebut juga dengan beslaag atas kekayaan yang dimiliki oleh debitur pailit.
Namun untuk seorang debitur bisa dinyatakan sebagai debitur pailit terdapat beberapa syarat yang harus dipenuhi terlebih dahulu. Dalam UUK 2004, terdapat dua syarat utama untuk menyatakan debitur pailit yang pertama adalah debitur tersebut memiliki jumlah kreditur dua atau lebih. Syarat kedua adalah debitur tersebut tidak membayar setidaknya satu utang yang sudah habis masa tenggat pembayarannya.
Permohonan dalam pernyataan pailit dapat diajukan ke Pengadilan Niaga oleh beberapa pihak yaitu Debitur, Kreditur, Menteri Keuangan, Bank Indonesia, Jaksa, dan Badan Pengawas Pasar Modal setelah proses asesmen. Jika permohonan sudah diterima oleh pengadilan, maka akan segera diproses lewat sidang di mana putusan pailit biasanya akan keluar dan dibacakan selambat-lambatnya 60 hari setelah tanggal pendaftaran permohonan.
Jika putusan pailit sudah resmi keluar, maka akan ada beberapa konsekuensi yang perlu dihadapi. Salah satu konsekuensi hukum yang akan dihadapi oleh debitur pailit adalah kewenangannya yang kemudian menjadi sangat dibatasi. Setelah itu, debitur pailit kemudian hanya boleh melakukan tindakan yang nantinya akan menambah kekayaan yang selanjutnya akan digunakan sebagai boedel pailit.
Namun jika perbuatan atau kegiatan debitur pailit tersebut berujung pada kerugian dan pengurangan harta pailit, kurator kemudian berhak untuk meminta pembatalan perbuatan hukum. Namun pembatalan tersebut nantinya akan bersifat relatif dalam arti hanya boleh digunakan untuk kepentingan harta pailit. Tindakan yang juga disebut sebagai Actio Paulina ini bertujuan tidak hanya untuk melindungi supaya harta pailit tidak berkurang, namun juga untuk melindungi kreditur.
Tidak hanya itu, perbuatan hibah juga diatur dalam UUK 2004 ini. Perbuatan hibah yang dilakukan oleh Debitur bisa diminta untuk dibatalkan jika Kurator dapat membuktikan bahwa ketika hibah terjadi, Debitur mengetahui bahwa tindakan hibah tersebut akan merugikan Kreditur. Dalam hal ini, penerima hibah tidak dituntut untuk mengetahui apakah perbuatan hibah yang dilakukan akan merugikan kreditur atau tidak.
Efek hukum yang utama dari kepailitan adalah pembatasan kewenangan debitur pailit terhadap harta kekayaan. Kewenangan dalam hal ini kemudian berpindah pada kurator dan debitur pailit hanya berhak untuk melakukan perbuatan dan tindakan yang nantinya akan berdampak pada keuntungan dan bertambahnya harta pailit.
Mengapa UUK 2004 Diminta untuk Direvisi?
Setelah mengetahui isi UUK 2004, Anda kemudian pasti ingin mengetahui mengapa banyak pebisnis yang meminta Undang-Undang Kepailitan terbaru supaya segera dikeluarkan? Alasan utama adalah untuk memberikan kepastian bagi dunia usaha terutama usaha properti. Hal ini karena menurut para pebisnis dan pelaku usaha, UUK 2004 yang sekarang sedang berlaku masih memiliki terlalu banyak celah yang bisa dengan mudah dimanfaatkan oleh para mafia hukum.
Mafia-mafia hukum ini akan memanfaatkan celah-celah atau loopholes yang ada dalam UUK 2004 untuk berusaha membuat pailit perusahaan-perusahaan properti yang sebenarnya memiliki performa dan kinerja yang cukup atau bahkan sangat baik. Selain berdampak pada para pelaku bisnis contohnya properti, dampak lanjutan pun akan dirasakan oleh masyarakat pada umumnya karena jika hal ini terjadi, industri properti pun akan terhambat sehingga masyarakat kesulitan untuk mencari rumah atau toko.
Itulah mengapa para pebisnis juga didukung oleh para pengacara Surabaya, Jakarta, Semarang, dan berbagai kota besar lainnya di Indonesia dalam menuntut dilakukannya revisi terhadap UUK 2004 ini. Para pebisnis dan pengacara ini memiliki 16 rekomendasi yang diharapkan bisa diterapkan jika revisi UUK 2004 ini akhirnya dilakukan.
Dari 16 poin rekomendasi tersebut, ada sejumlah kecil yang sangat penting untuk segera direvisi. Yang pertama adalah perlu adanya penambahan kreditur menjadi dua kreditur dalam persyaratan kepailitan. Selain itu, perlu juga adanya penambahan utang jatuh tempo menjadi dua utang, dan perlu adanya nilai minimum sebelum permohonan pailit bisa dilakukan pada pengadilan.
Poin penting kedua dari rekomendasi ini adalah pembuktian yang lebih sederhana yang seharusnya bisa dilakukan dalam sidang untuk kasus PKPU. Para pebisnis dan pengacara ini meminta supaya kata “harus” segera dihapus dari UUK 2004 sehingga dapat memberikan ruang bagi Hakim untuk memberikan penilaian secara formal dan tidak hanya secara material.
Poin ketiga yang sangat penting juga adalah poin yang membahas tentang keadaan Diam Otomatis atau automatic stay. Untuk poin ini, pihak debitur diperbolehkan untuk mengurus harta kekayaan tapi tidak diperbolehkan untuk mengalihkan harta tersebut pada pihak lain. Selain itu, pihak kreditur tidak diperbolehkan untuk mengambil tindakan secara hukum untuk diaplikasikan pada harta kekayaan kecuali untuk kreditur yang berposisi sebagai pemegang jaminan.
Tidak hanya untuk mengurangi potensi dimanfaatkan oleh mafia-mafia yang tidak bertanggung jawab, revisi ini juga sangat genting dilakukan dalam upaya melindungi konsumen properti. Hal ini karena konsumen dalam kasus pailit dan PKPU menjadi pihak yang sangat dirugikan karena posisinya yang bukan sebagai kreditur preferen.
Menurut gabungan para pebisnis dan pengacara, konsumen seharusnya masuk dalam kategori kreditur preferen dan bukan menjadi kreditur konkuren. Tidak hanya itu, revisi UUK 2004 ini juga menuntut supaya konsumen properti yang sudah membeli properti secara lunas supaya dipisahkan dalam boedel pailit. Hal ini sangat penting terutama jika konsumen properti tersebut ternyata sudah memiliki dokumen resmi kepemilikan properti seperti SHM atau Sertifikat Hak Milik. info lebih lengkap dapat langsung mengunjungi Pengacara German Panjaitan, S.H., M.H. & Partners yang beralamat di Jl.Embong Malang No. 1-5 Surabaya, Pakuwon Center floor 23. Pos 60261, Telp. 081231487845.
Beberapa poin di atas menjadi beberapa contoh rekomendasi yang dibutuhkan tercantum dalam Undang-Undang Kepailitan terbaru. Selain beberapa contoh poin tadi, ada juga berbagai poin lain seperti penambahan OJK sebagai pemohon kepailitan, permohonan kepailitan kepada BUMN, salinan putusan pengadilan yang disampaikan dengan surat elektronik, sita kepailitan terhadap sita pidana, ketentuan paksa badan, publikasi kepailitan, dan lainnya. Info soal undang-undang atau ingin jasa lawyer terpercaya dapat langsung menghubungi Pengacara German Panjaitan, S.H., M.H. & Partners yang beralamat di Jl.Embong Malang No. 1-5 Surabaya, Pakuwon Center floor 23. Pos 60261, Telp. 081231487845.