By Admin Artikel

REGULASI HUKUM TAMBANG DI INDONESIA DARI MASA KOLONIAL SAMPAI TERKINI
Mengetahui regulasi hukum tambang di Indonesia membantu Anda dalam mempelajari alur penggunaan mineral yang tepat. Apalagi Indonesia termasuk negara yang mempunyai kekayaan melimpah karena terbentuk dari pertemuan dua lempengan besar. Faktor ini pula yang membuat pertambangan hadir sebagai industri yang menggiurkan.
Kegiatan tambang menambang sudah dilakukan sejak era atau zaman Perunggu. Pada saat itu, penanganannya masih mengandalkan peralatan sederhana. Beberapa di antaranya adalah cangkul, parang, kapak, sampai tombak.
Perubahan zaman ke era yang lebih modern lalu memunculkan regulasi untuk mengatur kegiatan pertambangan yang diteliti sejumlah lawyer Surabaya. Aktivitas ini pun berlangsung selama puluhan bahkan ratusan tahun di Indonesia. Berikut adalah regulasi hukum dalam industri tambang Tanah Air yang dibagi ke dalam empat masa, yaitu:
Regulasi di masa VOC serta Hindia Belanda
Era pertambangan modern di Indonesia baru dimulai pada 1602. Pada saat itu, Belanda datang sebagai anggota serikat dagang bernama Verenigde Oostindische Compagnie alias VOC. Sekitar dua abad kemudian, kelompok tersebut bubar dan pemerintahan Hindia Belanda lantas mengambil alih kekuasaan di Nusantara.
Terdapat sejumlah perubahan yang dilakukan Hindia Belanda di sektor pertambangan. Sebagai contoh, membentuk sebuah komisi khusus untuk memudahkan keterlibatan pihak swasta. Aturan terkait tambang menambang yang kali pertama mereka terbitan dikenal sebagai Mijn Reglement.
Pemerintah dapat memberikan konsesi lewat kebijakan ini. Adapun penerima hak tersebut mencakup swasta, dalam hal ini adalah warga negara Belanda. Akan tetapi, penerapan aturan ini pada saat itu hanya diaplikasikan di luar kawasan Jawa. Tak hanya itu, pihak swasta dianggap memperoleh lebih untung lebih banyak, sebab Hindia Belanda hanya memperoleh laba 20 persen.
Dari sini, muncul Nederlandsche Indische Ardalie Maatschappij alias NIAM pada dekade 1830-an. Perusahaan hasil patungan Hindia Belanda dengan perusahaan minyak yang bernama Bataafsche Petroleum Maatschappij mengatur pembagian keuntungan seimbang, yakni 50:50.
Sekitar enam dekade kemudian, Belanda menerbitkan aturan baru lagi bernama Indische Mijnwet Stb. 1899 No. 214. Di dalamnya terdapat pembahasan perizinan publik pertambangan dan masalah-masalahnya. Salah satunya ialah perizinan serta penggolongan material yang sifatnya konsesi. Selain itu, hanya pihak Hindia Belanda yang punya kewenangan mengelola sektor tambang.
Karena dianggap bermasalah, aturan tadi digantikan amandemen pada 1910 serta 1918. Isinya adalah penetapan bahwa hanya penduduk Hindia Belanda, warga negara asal Belanda, serta perusahaan berbasis hukum Belanda yang dapat memperoleh konsesi. Pada perubahan berikutnya, pihak asing non-Belanda bisa menerima hak serupa dengan periode 40 tahun saja.
Regulasi di masa pendudukan pemerintahan Jepang
Kegiatan pertambangan di masa pendudukan Jepang tak sekompleks penjajahan Belanda. Malahan, aktivitas ini tak memperoleh atensi khusus. Sektor pertambangan yang ditangani pihak militer negara tersebut memiliki aturan yang disesuaikan situasi peperangan saat itu.
Faktor ini pula yang membuat sejumlah area tambang digarap untuk keperluan tambang. Diantaranya mencakup nikel, minyak bumi, bauksit, timah, serta batu bara. Di sisi lain, Jepang pun mengembangkan potensi di tempat lain yang belum sempat terjamah. Lokasi-lokasi yang dimaksud adalah Jawa Tengah (tembaga), Lampung (biji besi), hingga Kalimantan Selatan (batubara kokas).
Regulasi di masa kemerdekaan Indonesia
Pengawasan regulasi hukum tambang di Indonesia pada era ini sayangnya masih berada di bawah naungan perusahaan Belanda serta pihak asing. Teuku Mr. Moh. Hassan lantas menerbitkan mosi untuk mengambil alih pengaturan, pembenahan, serta pemantauan pertambangan Tanah Air.
Adapun rincian mosi tersebut terdiri atas dua tuntutan, yakni:
1. Membentuk komisi khusus pertambangan
Pembentukan komisi negara yang menangani pertambangan diminta dibuat dalam satu bulan. Sejumlah tugas yang harus mereka tangani mencakup:
- Penyelidikan terhadap masalah pengelolaan produk pertambangan seperti batu bara, minyak, emas, perak, serta bahan-bahan mineral lain yang ada di Indonesia;
- Persiapan perencanaan undang-undang khusus pertambangan berdasarkan situasi maupun keadaan;
- Pencarian berbagai pokok pikiran bagi pihak pemerintah yang ditujukan untuk solusi pengaturan maupun penyelesaian pengelolaan minyak beserta sumbernya;
- Pengembangan pokok pikiran untuk memperoleh besaran pajak serta harga minyak yang sesuai.
2. Pengaturan perizinan pada pihak-pihak terkait
Pada tuntutan ini terdapat permintaan penundaan pemberian izin, hak (konsesi), penjelajahan, maupun perpanjangan pada perizinan yang telah habis kontraknya. Keputusan pun perlu menunggu hasil dari pihak yang menangani pemeriksaannya.
Pemerintah lantas memberikan tanggapan dengan membentuk Panitia Negara. Mereka yang menyiapkan sebuah naskah rancangan perihal UU Pertambangan pada awal 1950-an. Sayangnya, rancangan tersebut tak pernah sampai ke meja DPRS.
Namun, beberapa tahun kemudian, atau tepatnya pada 1959, pemerintah Indonesia dapat merilis Undang-undang 10/1959. Pasal-pasal di dalamnya membahas pembatalan sejumlah hak di industri pertambangan. Sementara pelaksanaannya tercantum pada Peraturan Pemerintah 25/1959.
Pemberlakuan undang-undang itu pula yang membuat hak-hak pertembangan yang belum sempat dikerjakan sebelum 1949 dapat diusahakan lagi. Begitu pula dengan semua hak yang masih berada di permulaan, belum memperlihatkan keseriusan, maupun sampai dibatalkan. Selain itu, daerah atau lahan yang hak pertambangannya dibatalkan dapat dibebaskan.
Pihak-pihak terkait dapat mengajukan permohonan baru untuk mendapatkan hak pertambangan berdasarkan ketentuan teranyar. Namun, pemberiannya hanya dilakukan terhadap daerah-daerah otonom atau perusahaan negara. Menteri Perindustrian pun menjadi pihak yang memegang wewenang pengambilan keputusan serta penerbitan hak.
Tak lama berselang muncul regulasi pertambangan melalui Peraturan Pemerintah untuk menggantikan Undang-undang 37/1960 seputar pertambangan serta Undang-undang 44/1960 mengenai pertambangan minyak serta gas bumi.
Ketetapan MPRS Nomor XXIII (MPRS/1966) adalah faktor berikutnya yang memicu perubahan besar. Aturan tersebut membahas pembaruan kebijakan dalam landasan sektor pembangunan serta ekonomi keuangan. Dari sini, rancangan undang-undang seputar penanaman modal asing muncul yang diterbitkan sebagai Undang-undang 1/1967.
Pemerintah Indonesia kemudian mengubah aturan pertambangan pada 1960 sebagai bentuk penyesuaian kebijaksanaan ekonomi. Hasilnya adalah Undang-undang 11/1967 yang memuat sejumlah ketentuan pokok pertambangan. Selama beberapa tahun, sejumlah pengacara Surabaya Pengacara German Panjaitan, S.H., M.H. & Partners yang beralamat di Jl.Embong Malang No. 1-5 Surabaya, Pakuwon Center floor 23. Pos 60261, Telp. 081231487845 menjadikannya sebagai acuan dasar hukum sektor tambang.
Regulasi pertambangan pada masa kini
Perubahan terus diterapkan untuk mengawasi kegiatan tambang. Setelah berlaku selama puluhan tahun, UUPP 1967 akhirnya dicabut dan digantikan Undang-undang 4/2009 yang membahas pertambangan mineral serta batubara alias minerba. Kemudian pada 2020, undang-undang ini diubah lagi lewat penerbitan Undang-undang 3/2020.
Sebelumnya, Undang-undang 4/2009 memuat ketentuan umum, asas serta tujuan pertambangan, penguasaan minerba, kewenangan pengaturan area tambang, sampai sejumlah perizinan kegiatan di sektor tersebut. Berkat perubahan yang pemerintah lakukan pula, advokat Surabaya maupun yang bekerja di kota-kota lain di Indonesia perlu mengadakan penyesuaian baru untuk menangani kasus-kasus yang terjadi di industri tersebut.
Demikian rangkuman regulasi hukum tambang di Indonesia yang telah mengalami perubahan dari satu masa ke masa lainnya. Mudah-mudahan informasi ini memberikan manfaat dalam memperluas ilmu pengetahuan, terutama pada bidang yang satu ini. Untuk info lebih lanjut silahkan langsung mengunjungi Pengacara German Panjaitan, S.H., M.H. & Partners yang beralamat di Jl.Embong Malang No. 1-5 Surabaya, Pakuwon Center floor 23. Pos 60261, Telp. 081231487845.